BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 15 Februari 2012

Laporan Praktikkum Eksperimen Asosiasi

LAPORAN PRAKTIKUM

PSIKOLOGI EKSPERIMEN

Disusun Oleh :

Nama: Dwi Febrisa Wedya Ismiliana

NIM : 10013124

Asisten : Putri Yufiza Atha Nst

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2011

LAPORAN PRAKTIKUM

PSIKOLOGI EKSPERIMEN

Nama Eksperimenter : Dwi Febrisa Wedya Ismiliana

Nomor Mahasiswa : 10013124

Nama Subjek

1. Nama Subjek : Abee Reffly

Jenis Kelamin : Laki – laki

Umur : 21

Pendidikan : Mahasiswa

2. Nama Subjek : Aldesta Wedya Gusman

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 23

Pendidikan : Mahasiswa

Nama Eksperimen : Asosiasi

Nomor Eksperimen : 01

Tanggal Eksperimen : 22 November 2011

Waktu : 14.30 – 16.30 WIB

Tempat Eksperimen : Laboratorium

I. Problem

Tanggapan – tanggapan dari pikiran kita terlihat datang dan pergi . Banyak dan sedikitnya tanggapan berhubungan dengan kebiasaan . Stimulus yang berbeda menghasilkan jumlah tanggapan yang berbeda pula .

Setiap individu akan memberikan respon yang berbeda ketika dihadapkan pada stimulus yang boleh ditanggapi secara bebas ketika dihadapkan pada stimulus yang boleh ditanggapi secara bebas dengan ketika dihadapkan pada stimulus yang dibatasi tanggapannya .

II. Dasar Teori

Asosiasi yaitu menghubungkan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain, antara seseorang dengan orang lain yang dipandang sebagai rangkaian yang saling berhubungan dan keterkaitan satu sama lain.

Teori belajar yang dikemukakan oleh Edward L. Thorndike ( 1874 – 1949 ) sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi . Edward L. Thorndike (1874-1949) adalah salah seorang penganut paham psikologi tingkah-laku. Thordike adalah salah seorang penganut paham behavioristik . Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon . Berdasarkan hasil percobaannya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti monyet , anjing , kucing , ia mengemukakan suatu teori belajar yang dikenal dengan teori “pengaitan” (connectionism). Teori tersebut menyatakan bahwa belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip yang sama yaitu, belajar merupakan peristiwa terbentuknya ikatan (asosiasi) antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Stimulus adalah adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera , atau pengertian lain stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat, sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan , atau pengertian lain respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Asosiasi yang demikian itu disebut ”bond” atau ”connection”. Dalam hal ini, akan akan menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.

Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Eksperimennya yang terkenal adalah dengan menggunakan kucing yang masih muda dengan kebiasaan-kebiasaan yang masih belum kaku, dibiarkan lapar; kemudian dimasukkan ke dalam kurungan yang disebut ”problem box”. Dimana konstruksi pintu kurungan tersebut dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu pintu kurungan akan terbuka dan kucing dapat keluar dan mencapai makanan (daging) yang ditempatkan di luar kurungan itu sebagai hadiah atau daya penarik bagi si kucing yang lapar itu. Pada usaha (trial) yang pertama, kucing itu melakukan bermacam-macam gerakan yang kurang relevan bagi pemecahan problemnya, seperti mencakar, menubruk dan sebagainya, sampai kemudian menyentuh tombol dan pintu terbuka. Namun waktu yang dibutuhkan dalam usaha yang pertama ini adalah lama. Percobaan yang sama seperti itu dilakukan secara berulang-ulang; pada usaha-usaha (trial) berikutnya dan ternyata waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan problem itu makin singkat. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan tersebut, tetapi dia belajar mempertahankan respon-respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan respon-respon yang salah. Dengan demikian diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha–usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.

Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap respons menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan respons lagi, demikian selanjutnya.

Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:

(1) Hukum kesiapan (law of readiness)

artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
hukum ini pada intinya menyatakan bahwa belajar akan berhasil apabila peserta didik benar-benar telah siap untuk belajar. Dengan perkataan lain, apabila suatu materi pelajaran diajarkan kepada anak yang belum siap untuk mempelajari materi tersebut maka tidak akan ada hasilnya.

(2) Hukum latihan (law of exercise)

yaitu apabila ikatan antara stimulus dan respon lebih sering terjadi, maka ikatan itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan—yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon—dilatih (digunakan), maka ikatan tersebut akan semakin kuat.

artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
.
Jadi, hukum ini menunjukkan prinsip utama belajar adalah pengulangan. Semakin sering suatu materi pelajaran diulangi maka materi pelajaran tersebut akan semakin kuat tersimpan dalam ingatan (memori).

(3) Hukum akibat (law of effect)

yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat. Konkretnya adalah sebagai berikut: Misalkan seorang siswa diminta untuk menyelesaikan suatu soal matematika, setelah ia kerjakan, ternyata jawabannya benar, maka ia merasa senang/puas dan akibatnya antara soal dan jawabannya yang benar itu akan kuat tersimpan dalam ingatannya. Hukum ini dapat juga diartikan, suatu tindakan yang diikuti akibat yang menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan diulangi pada waktu yang lain. Sebaliknya, suatu tindakan yang diikuti akibat yang tidak menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan tidak diulangi pada waktu yang lain. Dalam hal ini, tampak bahwa hukum akibat tersebut ada hubungannya dengan pengaruh ganjaran dan hukuman. Ganjaran yang diberikan guru kepada pekerjaan siswa (misalnya pujian guru terhadap siswa yang dapat menyelesaikan soal matematika dengan baik) menyebabkan peserta didik ingin terus melakukan kegiatan serupa. Sedangkan hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa (misalnya celaan guru terhadap hasil pekerjaan matematika siswa) menyebakan siswa tidak lagi mengulangi kesalahannya. Namun perlu diingat, sering terjadi, bahwa hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa justru membuat siswa menjadi malas belajar dan bahkan membenci pelajaran matematika.

Selain hukum-hukum di atas, Thorndike juga mengemukakan konsep transfer belajar yang disebutnya transfer of training. Konsep ini maksudnya adalah penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk menyelesaikan suatu masalah baru, karena di dalam setiap masalah, ada unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan unsur-unsur pengetahuan yang telah dimiliki. Unsur-unsur yang identik itu saling berasosiasi sehingga memungkinkan masalah yang dihadapi dapat diselesaikan. Unsur-unsur yang saling berasosiasi itu membentuk satu ikatan sehingga menggambarkan suatu kemampuan. Selanjutnya, setiap kemampuan harus dilatih secara efektif dan dikaitkan dengan kemampuan lain. Misalnya, kemapuan melakukan operasi aritmetik (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) yang telah dimiliki siswa, haruslah dilatih terus dengan mengerjakan soal-soal yang berikaitan dengan operasi aritmetik. Dengan demikian kemampuan mengerjakan operasi aritmetika tersebut menjadi mantap dalam pikiran siswa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa transfer belajar dapat tercapai dengan sering melakukan latihan.

Ada tiga macam asosiasi yaitu :

1. Immediate Forward Association

Immediate forward association akan terjadi antara materi belajar yang berdekatan di depannya (maju kedepan) sesuai di dalam daftar: A - B, B -C, C -D, dan sebagainya

2. Immediate Backward Association

Misalnnya terdapat satu daftar komposisi materi belajar: A - B - C- D - E - F, immediate backward association akan terjadi antara materi belajar yang berdekatan di belakangnya (mundur ke belakang) sesuai di dalam daftar: B - A, C - B, dan sebagainya.

3. Remote Association

Misalnya terdapat satu daftar komposisi materi belajar: A – B – C – D – E - F, remote association akan terjadi diantara materi belajar yang tidak berdekatan dalam asosiasi maju atau mundur (immediate forward dan backward association) sesuai di dalam daftar: B - E atau D - A. Contoh: mahasiswa mata kuliah psikologi faal diminta untuk mengingat nama-nama duabelas syaraf. Syaraf-saraf tersebut telah dinamai secara berurutan sebagai berikut: olfactory, tic, oculomotor, trochlear, trigeminal, abducens, facial, stato-acoustic, haryngeal, vagus, dan accessory. Dari daftar nama-nama tersebut, dapat dipakai untuk menjelaskan tiga macam asosiasi, misalnya: belajar "optic" mungkin sebagai isyarat untuk "olfactory" atau "oculomotor" (immediate backward dan forward association). (NN. 2009. Teori Psikologi Belajar dan Aplikasinya dalam Pendidikan).

Menurut Thorndike, faktor-faktor yang mempengaruhi asosiasi antara lain :

1. Adanya aktivitas atau kebiasaan yang sering dihadapi.

2. Ada berbagai respon terhadap berbagai situasi.

3. Adanya eliminasai terhadap berbagai respon yang salah.

4. Pengalaman-pengalaman yang pernah dialami.

5. Konsentrasi.

6. Belajar.

III. Hipotesis

Ada pengaruh perbedaan tipe asosiasi terhadap jumlah kata – kata yang benar .

IV. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah two independent group design yaitu metode penelitian yang memberikan penugaasan yang beerbeeda pada dua kelompok eksperimen .

V. Prosedur

a. Material

1. Daftar kata – kata sebagai stimulus ( lihat lampiran 1 & lampiran 2 )

2. Lembar observasi ( lihat lampiran 3 )

3. Stopwatch

b. Prosedur pelaksanaan

1. Eksperimen bersama dengan asisten mengundi eksperimentee , dari seluruh eksperimentee siapa yang masuk kelompok 1 dan siapa yang masuk kelompok 2 .

2. Asisten mengundi kelompok mana yang mendapat stimulus golongan discreate free association dan kelompok mana yang mendapat stimulus golongan discreate controlled association .

3. Eksperimentee yang mendapat stimulus golongan discreate free association dipersilahkan untuk duduk . Eksperimentee yang mendapat stimulus golongan discreate controlled association diminta menunggu diluar ruangan .

4. Eksperimenter membacakan instruksi : “Tugas Anda adalah mengatakan asosiasi berupa satu kata yang segera saudara ingat setelah menyatakan suatu perkataan . Saudara tidak boleh memikirkan jawaban yang akan saudara berikan, melainkan benar – benar apa yang seketika itu timbul dalam asosiasi saudara saja”

5. Eksperimenter membaca kata – kata pada golongan discreate free association . Eksperimenter mencatat satu kata sebagai respon eksperimentee dalam 10 detik pertama , kemudian membacakan kata selanjutnya dan sterusnya sampai kata terakhir dalam golongan tersebut . Eksperimenter juga mencatat observasi perilaku eksperimentee selama proses eksperimen .

6. Eksperimentee yang mendapat stimulus golongan discreate free association dipersilahkan untuk menunggu diluar ruangan . Eksperimentee yang mendapat stimulus golongan discreate controlled association diminta untuk masuk ruangan dan dipersilahkan duduk .

7. Eksperimenter membacakan instruksi : “Tugas Anda adalah mengatakan satu kata sesuai dengan intruksi yang akan saya berikan . Sebutkan satu kata yang segera saudara ingat setelah saya menyatakan suatu perkataan . Saudara tidak boleh memikirkan jawaban yang akan saudara berikan , melainkan benar – benar apa yang seketika itu timbul dalam asosiasi saudara saja .

8. Eksperimenter membaca kata – kata pada golongan discreate controlled association . Eksperimenter mencatat satu kata sebagai respon eksperimentee dalam 10 detik pertama , kemudian membacakan kata selanjutnya dan seterusnya sampai kata terakhir dalam golongan tersebut . Eksperimenter juga mencatat observasi perilaku eksperimentee selama proses eksperimen .

9. Eksperimentee kemudian dipersilahkan keluar ruangan .

VI. Pencatatan Hasil

1. Eksperimenter melakukan scoring terhadap jawaban dari kedua eksperimentee . Jawaban benar diberi scor 1, jawaban salah diberi scor 0 .

2. Eksperimenter bersama – sama dakam satu kelompok mengumpulkan skor hasil eksperimen dari seluruh eksperimentee .

3. Pencatatan Hasil Kelompok mengikuti tabel berikut

Kelompok discreate free association (A1)

Kelompok discreate controlled association (A2)

No

Eksperimentee

Skor

No

Eksperimentee

Skor

1.

Didik

18

1.

Imam

10

2.

Upik

17

2.

Tamrin

19

3.

Erma

12

3.

Defian

16

4.

Alin

18

4.

Nuraidah

19

5.

Desta

15

5.

Indra

12

6.

Riski

19

6.

Novira

18

7.

Abi

16

7.

Ovi

16

8.

Fajri

19

8.

Yogi

18

9.

Angga

20

9.

Ahsan

14

10.

Amud

15

10.

Dian

16

Total

169

Total

158

VII. Analisa Hasil

Hasil eksperimen dianalisis dengan uji t independent sample.

Group Statistics

VAR00001

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

VAR00002

1

10

16.9000

2.42441

.76667

2

10

15.8000

3.01109

.95219

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F

Sig.

t

df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower

Upper

Equal variances assumed

.255

.619

.900

18

.380

1.10000

1.22247

-1.46832

3.66832

Equal variances not assumed

.900

17.216

.381

1.10000

1.22247

-1.47673

3.67673

Dari hasil analisa T-test diperoleh , t = 0,900 dan P = 0,380. Karena P > 0,05, maka dappat disimpulkan bahwa hasilnya adalah tidak signifikan yang artinya tidak ada pengaruh perbedaan tipe asosiasi terhadap jumlah kata – kata yang benar .

VIII. Diskusi

Dari percobaan analisis yang di peroleh P = 0,380. Karena P > 0,05 maka T-test menunjukkan bahwa hasilnya tidak signifikan

Jadi percobaan tidak signifikan.

Jika tidak signifikan maka hipotesis di tolak, jadi tidak ada pengaruh perbedaan tipe asosiasi terhadap jumlah kata-kata yang benar, karena keadaan testee ada human error, tidak ada standarisasi kunci. Pada Discreate Controlled Association, subyek lebih mudah berasosiasi dari pada Discreate Free Association. Hal ini disebabkan pada Discreate Controlled Association jawaban sudah diarahkan. Situasi, kesiapan dan kestabilan subyek cukup baik.

IX. Simpulan

Dari hasil analisa T-test diperoleh, t = 0,900 dan P = 0,380 , artinya tidak ada pengaruh tipe asosiasi terhadap jumlah kata – kata yang benar . Jadi , hipotesis yang menyebutkan bahwa ada pengaruh tipe asosiasi terhadap jumlah kata – kata yang benar ditolak .

X. Observasi dalam Eksperimen

1. Eksperimentee 1 : Abee Reffly

Selama percobaan berlangsung, eksperimentee terlihat santai pada saat diberi sebuar pernyataan juga pertanyaan. Di sela pertanyaan, eksperimentee terlihat santai .

2. Eksperimentee 2 : Aldesta Wedya Gusman

Selama percobaan berlangsung, eksperimentee terlihat tegang dan bingung dengan pertanyaan yang diajukan eksperimenter. Saat jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan, eksperimentee terlihat tertawa. Eksperimentee terlihat menggoyangkan kakinya selama percobaan berlangsung.

XI. Kegunaan Sehari - hari

a. Kemampuan melakukan operasi aritmetik ( penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian ) yang telah dimiliki siswa.

Kemampuan tersebut dilatih terus dengan mengerjakan soal – soal yang berikatan dengan operasi aritmetik . Dengan demikian kemampuan mengerjakan operasi aritmetika tersebut menjadi mantap dalam pikiran siswa .

b. Mengisi Teka Teki Silang

Di saat kita mengerjakan Teka Teki Silanf ( TTS ) , maka kita melibatkan memory kita yang berupa pengetahuan atau informasi – informasi yang tersimpan tentang kata – kata dalam soal – soal TTS tersebut .

Yogyakarta 22 November 2011

Eksperimenter

Dwi Febrisa Wedya Ismiliana

Nilai :

Asisten : Putri Yufiza Atha Nst

0 komentar: